Konflik Pelajaran Berharga

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan seluruh rakyat Indonesia agar menjadikan konflik horizontal karena perbedaan identitas, suku, agama, etnis dan kedaerahan serta sejumlah pranata yang diskriminatif di masa lalu sebagai pelajaran sejarah yang berharga sehingga hendaknya tidak terjadi lagi di bumi Indonesia.

"Bangsa kita memang beragam sehingga kemungkinan konflik dan perselisihan selalu ada, namun marilah kita kelola dan kita carikan solusinya secara damai tanpa kekerasan," katanya Presiden Yudhoyono dalam pidato sambutannya pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2559/2008, di Plenary Hall Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (17/2) yang diselenggarakan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin).

Presiden pada kesempatan itu kembali menginstruksikan aparatur pemerintah untuk senantiasa memberikan pelayanan publik yang sama kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk masyarakat Tionghoa.

"Berikan semua kemudahan kepada semua dalam pelayanan misalnya administrasi kependudukan, perkawinan, keimigrasian, perizinan dan pelayanan-pelayanan yang lain," katanya.

Menurut Presiden Yudhoyono, di masa mendatang seluruh rakyat Indonesia, termasuk etnis Tionghoa, hendaknya lebih bersatu, rukun dan tidak membuat jarak yang tidak perlu. "Dua tahun yang lalu kita telah menerbitkan UU No12/2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia. UU tersebut di antaranya menempatkan etnis Tionghoa dalam persamaan dan kesetaraan dengan warga negara yang lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya.

Kepala Negara menegaskan, UU tersebut menjadi jaminan etnis Tionghoa untuk memperoleh perlakuan sama dan kemudahan dalam memperoleh status WNI.
Para pemuka agama dan tokoh masyarakat, lanjut dia, hendaknya membimbing komunitasnya dan memberi contoh untuk tidak melakukan kekerasan dan main hakim sendiri ketika kita harus menyelesaikan konflik atau pertentangan yang ada.

"Reformasi, demokratisasi dan kebebasan tidak identik dengan kekerasan, tidak identik dengan main hakim sendiri dan tidak identik dengan perilaku yang menebarkan ketakutan pada pihak lain," ujar Kepala Negara yang pada kesempatan itu mengenakan kemeja lengan panjang berwarna merah.

Yudhoyono mengajak masyarakat Indonesia untuk bersama-sama menciptakan suasana kehidupan yang tenteram, damai dan penuh rasa keadilan bagi setiap WNI dengan cara menegakkan konstitusi, undang-undang dan berbagai peraturan yang berlaku.

Sebelumnya Ketua Panitia Pelaksana, Peter Lesmana melaporkan, perayaan Imlek secara nasional itu merupakan yang kesembilan kalinya berturut- turut sejak tahun 2000.

"Ini semua bisa terwujud sebagai berkah dari reformasi yang terjadi di negeri ini," ujarnya seraya mengatakan bahwa tema perayaan Imlek tahun ini adalah "Rakyat adalah Pokok Negara, Pokok Kokoh Negara Sejahtera."

Tampak hadir, di antara para tamu undangan antar alain Ketua DPR- Agung Laksono, Menko Polhukam Widodo AS, Menag Maftuh Basyuni, dan Seskab Sudi Silalahi.

Sementara sedikitnya 5.000 orang etnis Tionghoa memadati JHCC guna mengikuti rangkaian
acara yang diisi oleh sejumlah kesenian seperti lagu-lagu berbahasa Mandarin, pertunjukan wushu, dan tarian.

Pada kesempatan itu penyanyi papan atas Indonesia yang acapkali membawakan lagu-lagu berbahasa Mandarin, Rani, menyanyikan lagu Hening karya Presiden Yudhoyono yang telah diubah syairnya ke dalam bahasa Mandarin. (ant) (ags)

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...