Terus Menjomblo Atau Segera Menikah? Pilihan Sulit Wanita Karir

Asyik dengan kehidupan lajang dan terbelengu dengan rutinitas karir menjadi pendorong banyak wanita atau perempuan pekerja metropolitan tidak memperdulikan lembaga perkawinan.

Sementara pandangan sinis kerap terlontar dari masyarakat terhadap perempuan yang berada dalam usia `rawan`. Pandangan sinis dan kecaman pedas ini kerap terdengar ketika `melajang`, menjadi satu pilihan bagi seorang wanita karir. Norma-norma atau etika dalam masyarakat belum siap menerima pilihan `melajang` bagi perempuan.

Demikian penuturan Ratih Andjayani Ibrahim (Psikolog Prilaku Perempuan) kepada rileks.com, pada acara Arisan Senin Citra (ASC) yang mengambil tema “Serunya Kehidupan Single” , 21/5-2007.

Kesan wanita dan pria harus menikah dan terikat dalam satu lembaga perkawinan masih menjadi dominasi pandangan Orangtua dan masyarakat. Sehingga jomblo atau hidup single bukan merupakan pilihan yang positif untuk sebagian masyarakat ibukota.

Hampir 75 % masyarakat mengambil sikap memilih kehidupan berkeluarga untuk perempuan. Apalagi jika mereka melihat secara mental dan material, perempuan tersebut cukup matang menjalani kehidupan ke jenjang ini. Tidak ada alasan untuk tidak menikah, kata Ratih.

”Kebanyakan orang takut melajang karena kesan yang ditimbulkan dalam masyarakat terhadap orang melajang tersebut sangat stereotip atau kaku. Kesan perempuan tidak laku, turun pasaran, tidak oke, atau perawan tua masih menjadi momok yang mengerikan. dan kaum perempuan sendiri tidak siap untuk mendengar pandangan-pandangan ini, terlebih-lebih untuk yang memiliki karir bagus. Jika usia sudah tinggi, makin lama menikah, makin banyak yang berkomentar.

"Tak jarang jika seorang perempuan karir telah memiliki pacar/pasangan, mereka lalu buru-buru menikah, dan tidak berfikir panjang siapa calonnya cuma hanya sekedar untuk menghindari momok ini."

Akibatnya, lembaga perkawinan pun menjadi ajang uji coba. Lembaga perkawinan tidak lagi dianggap sebagai lembaga sakral bagi seorang laki-laki dan perempuan. Tetapi hanya sebuah lembaga uji coba agar terhindar dari kesan atau pandangan-pandangan negatif masyarakat.

Pertanyaannya sekarang, lanjut Ratih, apakah menjadi single itu salah? Apakah ketika seorang perempuan memutuskan untuk tetap single juga salah? Apakah seorang single pasti hidupnya tidak bahagia?

Jawabannya, kata Ratih, jelas tidak. Karena, lanjutnya, tidak ada yang salah dengan menjadi single. Bahkan untuk seorang perempuan sekalipun. Bagi sebagian orang, menjadi single atau melajang adalah pilihan hidup. Tentu dengan alasan-alasan yang hanya mereka sendiri tahu.

Dan apapun alasannya, sah-sah saja bagi setiap orang untuk menjalani hidupnya sebagai seorang lajang. Yang jelas melajang atau menjomblo itu bukan sebuah kesalahan!, tegas Ratih.

Alasan seseorang untuk melajang sendiri sangat beragam dan subyektif. Mungkin karena memang belum ketemu saja dengan si `dia` yang cocok. Ini dapat terjadi lantaran perempuan sekarang memiliki standard atau kriteria yang cukup tinggi dalam memilih calon pasangan hidup. Atau bisa juga lantaran saat ini sedang memfokuskan diri pada karir. Sehingga keinginan untuk berumah tangga. Trend menikah muda pun juga sudah mulai bergeser, kalau di era tahun 80`an menikah di bawah usia 25 tahun menjadi satu keharusan, mulai tahun 90`an hingga saat ini menikah di atas usia 32 tahun makin tinggi.

"Makin tinggi karir yang dimiliki oleh seorang perempuan, makin lama perempuan itu akan menikah. Dan ini bukan satu rahasia umum lagi. Kalau usia 35 saat ini merupakan usia matang bagi seorang perempuan untuk menikah."

Pilihan melajang juga terkadang kerap disalahartikan oleh masyarakat. Mereka menganggap perempuan tersebut memiliki kelainan perilaku. Artinya perempuan tersebut dianggap tidak menyukai lawan jenisnya, tetapi menyukai teman sejenisnya, aku Ratih. Seperti lesbian atau gay.

Kehidupan lajang juga selamanya tidak identik dengan kehidupan yang membosankan dan kesepian. Karena ini berpulang pada kesadaran diri sendiri, bagaimana kita ingin mewarnai kehidupan kita. Dengan kesepian ? kebosanan ? keceriaan ? semangat ? atau hal-hal menarik yang menggairahkan ?.

Idealnya hidup yang hanya sekali ini, dapat dijalani dengan sangat berkualitas, positif dan bahagia. Menjadi lajang bukanlah kutukan, tapi alternatif dalam menjalani hidup.

Kadang kita mengira, kita terlahir sebagai orang yang bahagia. Kenyataannya, yang sebenarnya terjadi adalah masing-masing dari kita memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang justru memicu `mood` kita ke arah menjadi happy atau sebaliknya. [lilik/heri/mailto: redaksi_rileks@yahoo.com]

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...