Timur Cocok Jadi Kapolri Karena Komunikatif


Seorang pengamat kepolisian Jusius Simon Runturambi mengatakan Komisaris Jenderal Pol Timur Pradopo cocok jadi calon Kapolri karena komunikatif terhadap masyarakat maupun anggotanya.

"Beliau termasuk orang yang `low profile` dan cukup memiliki kedekatan dengan masyarakat," kata Jusius saat dikonfirmasi melalui telepon selular di Jakarta, Senin.

Jusius menuturkan Timur Pradopo terlihat begitu dekat dengan masyarakat selama menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat.

Timur kerap melakukan konsolidasi dengan masyarakat Jawa Barat guna menciptakan situasi keamanan yang kondusif.

Bahkan pengamat lulusan Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia itu mencontohkan saat Timur menjabat sebagai Kapolda Metro Jakarta Raya, mampu mengedepankan pendekatan dialog untuk menyelesaikan persoalan tindakan anarkis dari anggota salah satu organisasi masyarakat.

Jenderal polisi bintang tiga itu mengajak Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan dan kelompok masyarakat Kota Bekasi, serta jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) duduk bersama menyelesaikan konflik tentang sengketa penggunaan tempat ibadah.

Terkait dengan latar belakang Timur yang besar di lingkungan Direktorat Lalulintas, Jusius tidak mempermasalahkannya karena setiap calon perwira lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) yang tercatat menjabat sebagai Kapolsek hingga Kapolda telah memiliki pengalaman yang tinggi.

"Tidak ada masalah, karena beliau pernah beberapa kali menjabat sebagai kepala satuan fungsi sejak menjadi Kapolsek hingga Kapolda," ujar Jusius.

Sebelumnya, Ketua DPR RI, Marzuki Alie, Senin, menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyoni telah menyerahkan nama Timur Pradopo untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kapolri.

Rencananya DPR akan membacakan surat pencalonan Kapolri itu saat menggelar Rapat Paripurna DPR, Selasa (5/10) dan segera menugaskan Komisi III Bidang Hukum untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Timur Pradopo.

Timur yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Metro Jakarta Raya mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Komisaris Jenderal Polisi dengan jabatan baru sebagai Kepala Badan Pemeliharaan (Kabaharkam) Polri.

Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri melakukan serah terima jabatan untuk posisi Kabaharkam, Senin (4/9) siang.

Timur Pradopo lahir di Jombang pada 10 Januari 1956 dan lulus Akedemi Kepolisian pada 1978.

Pemilik Nomor Registrasi Pusat 56010380 itu, mengikuti Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1989, Sespim Polri (1996) dan Sespati (2001).

Awalnya Timur sebagai perwira Samapta Poltabes Semarang, Kepala Seksi Operasi Poltabes Semarang, Kapolsekta Semarang Timur, Kepala Bagian Lalulintas Polwil Kedu, Kabag Operasi Direktorat Lantas Polda Metro Jaya.

Kemudian Kepala Satuan Lalulintas Wilayah Jakarta Pusat, Kapolsek Metro Sawah Besar, Wakapolres Tangerang, Kabag Jianmas Lantas Polda Metro Jaya, Kapolres Metro Jakarta Barat, Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kapiskodal Ops Polda Jawa Barat, Kapolwiltabes Bandung Polda Jawa Barat, Kakortarsis Dediklat Akpol, Irwasda Polda Bali.

Selanjutnya menjabat Kapolda Banten, Kaselapa Lemdiklat Polri, Staf Ahli Bidang Sosial Politik Kapolri, Kapolda Jawa Barat , Kapolda Metro Jaya dan Kabaharkam Polri.

Lain halnya dengan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane yang menegaskan pencalonan Timur Pradopo sebagai calon Kapolri tidak sesuai mekanisme dan etika pencalonan.

"Nama Timur tidak ada dalam daftar pencalonan Kapolri dari Bambang Hendarso Danuri maupun Kompolnas ke Presiden," tutur Neta.

Neta juga menggarisbawahi Timur Pradopo memiliki catatan karir kurang bagus saat menjadi Kapolres Jakarta Barat terlibat kasus pelanggaran hak asasi manusia karena aksi penembakan terhadap mahasiswa Universitas Trisakti pada tahun 1998.

Selain itu, Timur juga tidak pernah menginstruksikan jajarannya di Polda Jawa Barat untuk menangani kasus pembunuhan terhadap pemilik perusahaan garmen terbesar di Asia Tenggara PT Metro Garmen di Bandung, yakni Eka Gunawan.

Catatan Timur lainnya, yakni terkait dengan insiden bentrokan antarkelompok yang menewaskan tiga orang korban di Jalan Ampera sekitar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/9) lalu.

"Timur sebagai Kapolda Metro Jaya tidak bisa mengatasi aksi premanisme yang membawa senjata api," ungkapnya.

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...