4 Film Indonesia yang Menang di Taraf Internasional Namun Tak Diakui di 'Indonesia'

BANYAK karya bangsa yang tak terakui di negeri sendiri secara kualitas, namun diakui di negara orang. Dalam hal ini penghargaan perfilman bertaraf internasional. Masih ingat dengan kasus memalukan dipilihnya Ekskul sebagai film terbaik FFI 2006? Sementara film yang sangat kultur Indonesia dengan isu gender yang mengusung macam Berbagi Suami malah tidak masuk nominasi film terbaik. Itu hanya salah satu. Lalu bagaimana dengan film yang lain. Namun film-film yang saya bahas ini adalah film-film yang rilis tahun 2000-an. Generasi saya. Hehe. Yuk, kita simak!


1. Rumah Dara (2010)



Jangan pernah menonton film slasher (pembunuhan keji) buatan Indonesia macam yang dibikin Koya Pagayo bahkan Rizal Mantovani. Kau tak akan mendapatkan ketakutan, melainkan mendapatkan kekonyolan luar biasa. Menertawakan kebodohan film akibat penggarapan yang busuk, kenapa tidak? Namun jangan pernah men-stigma ini pada Rumah Dara (RD) atau Dara (film pendek). RD adalah film sadis pertama yang berhasil secara kualitas dan box office. Lihat bagaimana ada penonton yang keluar meninggalkan bioskop saat saya nonton. Meski saya lebih suka versi pendeknya, namun RD patut dikasih lima jempol (satu lagi jempol kucing saya).


Dan tahukah kalau film yang tidak masuk Indonesian Movie Awards 2010 ini mendapatkan banyak penghargaan di dunia internasional? Shareefa Daanis dalam Dara memerolah Best Actrees di Puchon International Fantastic Film Festival (PiFan 2009). Betapa agung. Dan tahukah, sebelum diedarkan di Indonesia, film karya Mo Brother ini sudah dikompetisikan di berbagai festifal film berskala internasional. Selain PiFan, Macabre (Judul English RD) juga diputar di Fantastic Fest 2009 di LA dan Fantastic Film Festival Germany 2009.


2. Merantau (2009)


Lupakan FFI 2010 yang pelit karena tak memasukkan Merantau dalam satu nominasi apa pun. Penggarapan dari sutradara bule diyakini sebagai alasan kuat ketidakberjayaan Merantau di FFI atau festival-festival lokal lain. Namun tahukah kalau Merantau meraih penghargaan di ajang festival internasional sebagai film terbaik ActionFest 2010? Sebuah penghargaan film aksi tahunan yang digelar di Asheville, North Carolina Amerika Serikat pada 15-18 April 2010. Merantau berhasil mengungguli kandidat lainnya seperti film silat Hong Kong yang dibintangi Donnie Yen, 14 Blades. Meski tidak mendapatkan penghargaan Best Director dan Best Choreography, namun kemenangan Merantau dipercaya karena kisahnya yang sangat berkultur Indonesia dan dikampanyekannya silat. FFi mana mau melek? Hahaha!


3. Berbagi Suami (2006)


Lupakan juga kesalahan FFI 2006 yang tak berpihak pada Berbagi Suami (BS). Kesalahan yang dianggap fatal oleh sebagian besar sinemas Indonesia dan para aktor dengan sempat mengembalikan Piala Citra. Suatu kesalahan yang membuat Nia Dinata dan Riri Riza untuk malas mendaftarkan film-film mereka di FFI lagi. Ingat kenapa Quicky Express (2008), Perempuan Punya Cerita (2008), Laskar Pelangi (2009), 3 Hari untuk Selamanya (2008), dan karya-karya Miles maupun Kalyana Shira Film lainnya tidak masuk satu nominasi pun di FFI pasca FFI 2006? Ya, karena Nia dan Riri emoh melombakan lagi karyanya. Hmm, seharusnya (setahu saya) sistem pendaftaran ini ditiadakan saja di FFI. Comot saja semua film yang memang berkualitas. Tak menunggu bola.


Kembali ke BS yang nyaris mendapat tempat sebagai Best Foreign Languange (Film Asing Terbaik) di Oscar, BS ternyata mendapat penghargaan sebagai Film Terbaik di Festival Film Hawai (di Amerika Serikat). Love for Share (Judul asing BS) menggondol Golden Orchid Award sebagai Best Feature Film pada 2006, mengalahkan film-film dari 47 negara yang berkompetisi. Sementara di Belgia dalam Festival Internationale du film Indépendent, Nia Dinata dipredikatkan sebagai sutradara terbaik (Prix de la meilleure Réalisation (award for best direction).


Namun tahukah apa kekurangan BS? Kalau kalian jeli, dalam satu scene ada mic yang bocor atau kelihatan. Sangat disayangkan. Scene ini tergambar saat istri muda Pak Haki (El Manik) yang diperankan Atiqah Hasiholan sedang berbincang pendek dengan Winky Wiryawan di beranda. Wah, belum lagi gambar cerita mengenai Siti yang tidak mulus. Mungkin ini menjadi salah satu faktor ketidakmampuan BS masuk Oscar. Belum lagi alr cerita yang sejenis dengan Crash (Film terbaik Oscar 2005).



4. Laskar Pelangi (2009)


Film ini memenangkan Film Favorit dalam Indonesian Movie Awards 2009 dan penghargaan terbaik lainnya di kancah lokal. Saya pribadi kurang suka dengan LP dan menertawakannya saat nonton bersama teman. Menurut saya adaptasi ini tidak berhasil dengan kemunculan tokoh yang diperankan Tora Sudiro, karakter jadi-jadian yang tak pernah ada dalam buku aslinya. Sangat disayangkan. Apalagi pemilihan Lukman Sardi sebagai Ikal dewasa. Lukman hanya berhasil dalam Berbagi Suami dan Naga Bonar Jadi 2. Sementara Tora kelewat kemaruk setelah kesuksesan Arisan! Ia melahap tawaran yang ditujukan kepadanya, membuatnya tak berintegritas karena semua aktingnya jadi tipikal.


Dan LP memenangkan penghargaan sebagai Film Terbaik di Festival Film Asia Pasifik 2010. Dalam acara yang sama Widywati memenangkan Best Supporting Actrees dalam Perempuan Berkalung Sorban dan film Jamila dan Sang Presiden sebagai Best Score (Tata Musik Terbaik).


Notabene: Asal tahu saja (menurut saya) ketidakmenangan film-film sangat kultur macam Berbagi Suami atau Merantau di salah satu ajang penghargaan nasional karena kebudayaan yang diangkat sudah menjadi tema yang lumrah. Namun di kancah internasional perbedaan kultur menjadi titik perhatian, menjadi pembeda, yang lumrahnya mewarnai khasanah kebudayaan dunia.

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4822172

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...