SISTEM BUDIDAYA
Usaha Pembibitan yang dilakukan oleh para anggota kelompok tidak dimulai dari pengetahuan yang cukup mendalam tentang teknik pembibitan. Hampir semua anggota kelompok memulai usaha pembibitan dengan sistem mencoba-coba. Hal ini terutama disebabkan oleh latar belakang pendidikan sebagian besar anggota yang hanya tamatan Sekolah Rakyat (SR). Kalaupun ada satu atau dua orang yang berpendidikan lebih tinggi dari itu, mereka tidak berlatar belakang pendidikan bidang pertanian ataupun perikanan.
Dalam perkembangan selanjutnya, atas jasa dari pemerintah desa maupun PPL Kecamatan Minggir, ada beberapa orang yang mendapat tambahan pengetahuan khusus tentang usaha pembibitan ikan gurami. Dari beberapa orang inilah sebagian anggota kelompok mulai mengetahui berbagai teknik memilih induk, teknik mengawinkan, mengambil telur, menetaskan, dan sebagainya.
TEKNIK PENETASAN DAN PENDEDERAN
Akibat beragamnya latar belakang pengetahuan dan kemampuan anggota, sampat saat ini ada empat teknik pembibitan yang dilakukan oleh anggota kelompok. Keempat teknik tersebut adalah (A) teknik alamiah, (B) teknik jaring happa, (C) teknik kolam permanen, (D) teknik bis sumur. Secara garis besar teknik-teknik tersebut akan diuraikan di bawah ini.
TEKNIK ALAMIAH
Secara garis besar, langkah-langkah pembibitan dengan teknik alamiah yang dilakukan oleh anggota kelompok adalah sebagai berikut
1. Kolam bidudaya diusahakan berukuran standar (3 x 10 meter dengan kedalaman air sekitar 1,25 meter. Kolam teresebut pertama-tama dikuras sampai bersih, diusahakan tidak ada lumpurnya sama sekali.
2. Kolam yang sudah dikuras tersebut tidak boleh dialiri air langsung dari selokan, melainkan ditunggu beberapa hari agar kolam terisi penuh oleh air rembesan dari kolam sekitarnya. Tujuannya adalah agar tidak ada bibit penyakit ataupun bibit ikan lain seperti sepat dan wader.
3. Setelah kolam terisi penuh air, kita masukkaan empat sampai lima ekor induk dengan perbandingan 1 induk jantan dan 3 induk betina. Ukuran induknya diusahakan antara 1,25 kologram sampai dengan 2 kilogram. Induk-induk tersebut sebaiknya hanya diberi makan daun senthe dan pellet dengan kadar protein tinggi (pellet untuk bibit ikan kecil).Dua hari kemudian, setelah induk mampu beradaptasi dengan kolam, kolam tersebut dipasangi sosok yang terbuat dari bamboo dan ijuk dari pohon aren. Ijuk tersebut harus sudah dibersihkan dan tinggal ijuk yang berserat halus. Diusahakan agar ijuk berada kurang lebih dua centimeter di atas permukaan air.
4. Kolam tersebut diusahakan selalu tenang. Yang sering membuat kolam tidak tenang biasanya adalah para pencari rumput dan orang yang jalan. Laranglah orang mencari rumput di sekitar kolam itu, kalau perlu kolam dipagari.
5. Kita tinggal menunggu sekitar dua bulan. Biasanya setelah dua bulan di kolam tersebut sudah banyak sekali ikan-ikan kecil sebesar daun petai. Bibit tersebut dibesarkan bersama induknya sampai sekitar empat bulan baru bisa dijual dengan harga sekitar Rp 800,00 (delapan ratur rupiah) per ekornya.
6. Kalau ingin menghasilkan lebih banyak, induk-induk di kolam tersebut sebaiknya dipindahkan ke kolam lain yang sudah dibersihkan. Jika tidak, induk-induk tersebut tidak akan menghasilkan bibit lagi selama ada di kolam karena setiap kali bertelur, telurnya pasti dimakan oleh ikan-ikan kecil lainnya.Berdasarkan pengalaman, dari budidaya model alamiah ini setiap kolam dapat menghasilkan bibit ikan sebanyak 500- 1000 ekor dengan berbagai ukuran untuk sekali masa produksi ( sekitar empat bulan).Anggota kelompok yang melakukan budidaya dengan sistem ini adalah Bapak Parto Diharjo, Madi Winarto, Trisno Rejo, Karjo Utomo, M Suparjo, Warno Utomo
TEKNIK JARING HAPPA
Secara garis besar, langkah-langkah pembibitan dengan teknik alamiah yang dilakukan oleh anggota kelompok adalah sebagai berikut
1. Kolam bidudaya diusahakan berukuran standar (3 x 10 meter dengan kedalaman air sekitar 1,25 meter. Kolam teresebut pertama-tama dikuras sampai bersih, diusahakan tidak ada lumpurnya sama sekali.Kolam yang sudah dikuras tersebut tidak boleh dialiri air langsung dari selokan, melainkan ditunggu beberapa hari agar kolam terisi penuh oleh air rembesan dari kolam sekitarnya. Tujuannya adalah agar tidak ada bibit penyakit ataupun bibit ikan lain seperti sepat dan wader.
2. Setelah kolam terisi penuh air, kita masukkaan delapan sampai sepuluh ekor induk dengan perbandingan 3 induk jantan dan 5 induk betina. Ukuran induknya diusahakan antara 1,25 kologram sampai dengan 2 kilogram. Induk-induk tersebut sebaiknya hanya diberi makan daun senthe dan pellet dengan kadar protein tinggi (pellet untuk bibit ikan kecil).Dua hari kemudian, setelah induk mampu beradaptasi dengan kolam, kolam tersebut dipasangi tiga sampai empat sosok yang terbuat dari bamboo dan ijuk dari pohon aren. Ijuk tersebut harus sudah dibersihkan dan tinggal ijuk yang berserat halus. Ijuk tersebut ditumpuk pada suatu papan yang berada kurang lebih dua centimeter di atas permukaan air.
3. Tiga hari kemudian kolam tersebut mulai diamati. Biasanya induk-induk tersebut mulai membuat sarang dalam sosok-sosok yang telah disiapkan. Namun kadang-kadang induk juga membuat sarang pada cekungan di dinding kolam. Jika sudah ada yang mulai membuat sarang, tunggulah beberapa hari sehingga sarangnya benar-benar selesai dibuat (biasanya berlangsung sekitar 3-7 hari). Jangan sekali-kali mengamati pada pagi hari sekitar pukul 09.00 – 10.00 atau sore hari antara pukul 15.30 – 17.00 karena waktu-waktu tersebut merupakan waktu ikan gurami mijah.
4. Amatilah dari permukaan kalau-kalau sarangnya sudah tersisi telur. Jika berdasarkan pengamatan dari permukaan ciri-ciri tersebut sudah tampak, masuklah ke dalam kolam sambil membawa ember plastik hitam berukuran sedang. Untuk memastikan bahwa sarang sudah diisi telur rabalah bagian depan sarang. Jika sarang sudah tertutup (ijuk bagian depan datar) dapat dipastikan bahwa sarang tersebut sudah terisi telur. Siap-siaplah mengangkat telurnya.Telur diangkat dari kolam induk, dipisahkan dari induk dan ditempatkan pada bak besar berwarna hitam. Bak berwarna hitam tersebut berfungsi sebagai kolam penetasan. Setiap hari bak harus diteliti dan jika ada telur yang mati, telur tersebut harus diambil dan dibuang. Biasanya dalam waktu dua hari telur sudah mulai bergerak-gerak dan sampai dengan delapan hari, kuning telur sudah habis, dan jadilah tetasan ikan gurami yang masih sangat kecil.
5. Selama menunggu telur menetas kita menyiapkan kolam tebaran yang sudah dipasangi jarring happa berukuran 1,5 x 2 meter. Satu kolam besar bisa dipasangi beberapa jarring happa. Sebaiknya air kolam tersebut juga merupakan air yang bersih hasil rembesan.
6. Setelah kuning telur habis dan tetasan bergerak lincah, tetasan tersebut kita masukkan ke jarring happa yang ada di kolam. Di jarring happa ini tetasan diberi makan cacing rambut sekitar satu bulan.
7. Setelah satu bulan atau ukuran bibit sudah cukup besar (lebarnya sekitar setengah centimeter), jarring happa dilepas sehingga ikan bisa bergerak lebih leluasa.
8. Di kolam tersebut bibit dibesar sekitar 3 bulan. Hasilnya adalah bibit ikan gurami dengan ukuran yang hampir sama seharga sekitar Rp 1000 (seribu rupiah).Berdasarkan pengalaman, jumlah ikan yang dihasilkan dari setiap sarang sekitar 1000 sampai 2000 ekor. Di samping itu satu kolam yang sudah terisi ikan (bukan kolam indukan) dapat dipasangi jarring happa lagi sehingga dapat digunakan untuk menebar tetasan lagi. Dengan demikian produktivitasnya jauh lebih banyak.Anggota kelompok yang menggunakan system ini adalah Bp Sardi Prayitno, Bp. Dalijo, dan Bp. Suroto
TEKNIK KOLAM PERMANEN
Secara garis besar, langkah-langkah pembibitan dengan teknik alamiah yang dilakukan oleh anggota kelompok adalah sebagai berikut
1. Kolam bidudaya diusahakan berukuran standar (3 x 10 meter dengan kedalaman air sekitar 1,25 meter. Kolam teresebut pertama-tama dikuras sampai bersih, diusahakan tidak ada lumpurnya sama sekali. Kolam yang sudah dikuras tersebut tidak boleh dialiri air langsung dari selokan, melainkan ditunggu beberapa hari agar kolam terisi penuh oleh air rembesan dari kolam sekitarnya. Tujuannya adalah agar tidak ada bibit penyakit ataupun bibit ikan lain seperti sepat dan wader.
2. Setelah kolam terisi penuh air, kita masukkaan delapan sampai sepuluh ekor induk dengan perbandingan 3 induk jantan dan 5 induk betina. Ukuran induknya diusahakan antara 1,25 kologram sampai dengan 2 kilogram. Induk-induk tersebut sebaiknya hanya diberi makan daun senthe dan pellet dengan kadar protein tinggi (pellet untuk bibit ikan kecil).
3. Dua hari kemudian, setelah induk mampu beradaptasi dengan kolam, kolam tersebut dipasangi tiga sampai empat sosok yang terbuat dari bamboo dan ijuk dari pohon aren. Ijuk tersebut harus sudah dibersihkan dan tinggal ijuk yang berserat halus. Ijuk tersebut ditumpuk pada suatu papan yang berada kurang lebih dua centimeter di atas permukaan air.
4. Tiga hari kemudian kolam tersebut mulai diamati. Biasanya induk-induk tersebut mulai membuat sarang dalam sosok-sosok yang telah disiapkan. Namun kadang-kadang induk juga membuat sarang pada cekungan di dinding kolam. Jika sudah ada yang mulai membuat sarang, tunggulah beberapa hari sehingga sarangnya benar-benar selesai dibuat (biasanya berlangsung sekitar 3-7 hari). Jangan sekali-kali mengamati pada pagi hari sekitar pukul 09.00 – 10.00 atau sore hari antara pukul 15.30 – 17.00 karena waktu-waktu tersebut merupakan waktu ikan gurami mijah.
5. Amatilah dari permukaan kalau-kalau sarangnya sudah tersisi telur. Ciri-ciri sarang yang sudah terisi telur adalah (a) di sekitar sarang tersebut selalu terdapat seekor induk yang menjaga, (b) tepat di atas sarang yang terbuat dari ijuk tersebut airnya seperti berminyak. Jika berdasarkan pengamatan dari permukaan cirri-ciri tersebut sudah tampak, masuklah ke dalam kolam sambil membawa ember plastik hitam berukuran sedang. Untuk memastikan bahwa sarang sudah diisi telur rabalah bagian depan sarang. Jika sarang sudah tertutup (ijuk bagian depan datar) dapat dipastikan bahwa sarang tersebut sudah terisi telur. Siap-siaplah mengangkat telurnya.
6. Telur diangkat dari kolam induk, dipisahkan dari induk dan ditempatkan pada bak besar berwarna hitam. Bak berwarna hitam tersebut berfungsi sebagai kolam penetasan. Setiap hari bak harus diteliti dan jika ada telur yang mati, telur tersebut harus diambil dan dibuang. Biasanya dalam waktu dua hari telur sudah mulai bergerak-gerak dan sampai dengan delapan hari, kuning telur sudah habis, dan jadilah tetasan ikan gurami yang masih sangat kecil.Sementara menunggu telur menetas kita siapkan air di kolam permanen yang berada di atas permukaan tanah. Kolam permanen tersebut berukuran kurang lebih 2×4 meter. Pengisian air sebaiknya sekitar dua hari sebelum ditebari bibit ikan. Kolam permanen ini biasanya terbuat dari batu bata dengan cor dan plesteran. Kedalaman air pertama-tama adalah sekitar 15 centimeter.
7. Tetasan ikan gurami yang masih sangat kecil ditebar di kolam permanen tersebut. Dalam setiap petak kolam permanen kita dapat menebarkan sekitar 3-4 susuh atau sekitar 4000 ekor tetasan. Dua hari kemudian bibit mulai diberi makan cacing rambut. Sekitar delapan hari setelah diberi tetasan ikan, air kolam ditambah sampai sekitar 40 centimeter kedalamannya.
8. Di bak permanen tersebut tetasan gurami dibesarkan sekitar 40 hari. 9. Setelah 40 hari, bibit ikan tersebut dipindahkan ke kolam pembesaran bibit atau kolam tebaran untuk dibesarkan sekitar 2 bulan.Berdasarkan pengalaman, jumlah ikan yang dapat diproduksi dengan system ini adalah sekitar 4000 ekor untuk sekali tebar dalam setiap petak kolam permanen. Tingkat efektivitasnya juga cukup tinggi. Dengan system ini pula kita dapat memelihara induk yang lebih banyak dan dapat menampung tetasan lebih banyak pula.Anggota kelompok yang menggunakan sistem ini adalah Danu Suparjo, Sukoco Pradoto, Suradi, Mardiyo, Tejo Hartono, Satiyo, Niti Pawiro
TEKNIK BAK PLASTIK
Secara garis besar, langkah-langkah pembibitan dengan teknik alamiah yang dilakukan oleh anggota kelompok adalah sebagai berikut
1. Kolam bidudaya diusahakan berukuran standar (3 x 10 meter dengan kedalaman air sekitar 1,25 meter. Kolam teresebut pertama-tama dikuras sampai bersih, diusahakan tidak ada lumpurnya sama sekali.Kolam yang sudah dikuras tersebut tidak boleh dialiri air langsung dari selokan, melainkan ditunggu beberapa hari agar kolam terisi penuh oleh air rembesan dari kolam sekitarnya. Tujuannya adalah agar tidak ada bibit penyakit ataupun bibit ikan lain seperti sepat dan wader.
2. Setelah kolam terisi penuh air, kita masukkaan delapan sampai sepuluh ekor induk dengan perbandingan 3 induk jantan dan 5 induk betina. Ukuran induknya diusahakan antara 1,25 kologram sampai dengan 2 kilogram. Induk-induk tersebut sebaiknya hanya diberi makan daun senthe dan pellet dengan kadar protein tinggi (pellet untuk bibit ikan kecil).
3. Dua hari kemudian, setelah induk mampu beradaptasi dengan kolam, kolam tersebut dipasangi tiga sampai empat sosok yang terbuat dari bamboo dan ijuk dari pohon aren. Ijuk tersebut harus sudah dibersihkan dan tinggal ijuk yang berserat halus. Ijuk tersebut ditumpuk pada suatu papan yang berada kurang lebih dua centimeter di atas permukaan air.
4. Tiga hari kemudian kolam tersebut mulai diamati. Biasanya induk-induk tersebut mulai membuat sarang dalam sosok-sosok yang telah disiapkan. Namun kadang-kadang induk juga membuat sarang pada cekungan di dinding kolam. Jika sudah ada yang mulai membuat sarang, tunggulah beberapa hari sehingga sarangnya benar-benar selesai dibuat (biasanya berlangsung sekitar 3-7 hari). Jangan sekali-kali mengamati pada pagi hari sekitar pukul 09.00 – 10.00 atau sore hari antara pukul 15.30 – 17.00 karena waktu-waktu tersebut merupakan waktu ikan gurami mijah.Amatilah dari permukaan kalau-kalau sarangnya sudah tersisi telur. Ciri-ciri sarang yang sudah terisi telur adalah (a) di sekitar sarang tersebut selalu terdapat seekor induk yang menjaga, (b) tepat di atas sarang yang terbuat dari ijuk tersebut airnya seperti berminyak. Jika berdasarkan pengamatan dari permukaan cirri-ciri tersebut sudah tampak, masuklah ke dalam kolam sambil membawa ember plastik hitam berukuran sedang. Untuk memastikan bahwa sarang sudah diisi telur rabalah bagian depan sarang. Jika sarang sudah tertutup (ijuk bagian depan datar) dapat dipastikan bahwa sarang tersebut sudah terisi telur. Siap-siaplah mengangkat telurnya.
5. Telur diangkat dari kolam induk, dipisahkan dari induk dan ditempatkan pada bak besar berwarna hitam. Bak berwarna hitam tersebut berfungsi sebagai kolam penetasan. Setiap hari bak harus diteliti dan jika ada telur yang mati, telur tersebut harus diambil dan dibuang. Biasanya dalam waktu dua hari telur sudah mulai bergerak-gerak dan sampai dengan delapan hari, kuning telur sudah habis, dan jadilah tetasan ikan gurami yang masih sangat kecil.
6. Sementara menunggu telur menetas kita siapkan air di atas plastik atau terpal yang berada di atas permukaan tanah. Plastik atau terpal berukuran kurang lebih 2×4 meter. Pengisian air sebaiknya sekitar dua hari sebelum ditebari bibit ikan.
7. Tetasan ikan gurami yang masih sangat kecil ditebar di plastik/terpal tersebut. Dalam setiap petak plastik/terpal kita dapat menebarkan sekitar 3-4 susuh atau sekitar 4000 ekor tetasan. Dua hari kemudian bibit mulai diberi makan cacing rambut.
8. Sekitar delapan hari setelah diberi tetasan ikan, air kolam ditambah sampai sekitar 40 centimeter kedalamannya.
9. Di bak plastik/terpal tersebut tetasan gurami dibesarkan sekitar 30 hari. Setelah 30 hari, bibit ikan tersebut dipindahkan ke kolam pembesaran bibit atau kolam tebaran untuk dibesarkan sekitar 2 bulan.Berdasarkan pengalaman, teknik plastik/terpal ini efektif untuk musim kemarau karena suhu air lebih terkendali karena melekat dengan tanah. Di samping itu biayanya juga lebih murah.Anggota kelompok yang menggunakan sistem ini adalah Agustinus Suyoto dan Suradi
TEKNIK BIS SUMUR
Secara garis besar, teknik pembibitan dengan memanfaatkan bis sumur dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Kolam bidudaya diusahakan berukuran standar (3 x 10 meter dengan kedalaman air sekitar 1,25 meter. Kolam teresebut pertama-tama dikuras sampai bersih, diusahakan tidak ada lumpurnya sama sekali.Kolam yang sudah dikuras tersebut tidak boleh dialiri air langsung dari selokan, melainkan ditunggu beberapa hari agar kolam terisi penuh oleh air rembesan dari kolam sekitarnya. Tujuannya adalah agar tidak ada bibit penyakit ataupun bibit ikan lain seperti sepat dan wader.
2. Setelah kolam terisi penuh air, kita masukkaan delapan sampai sepuluh ekor induk dengan perbandingan 3 induk jantan dan 5 induk betina. Ukuran induknya diusahakan antara 1,25 kologram sampai dengan 2 kilogram. Induk-induk tersebut sebaiknya hanya diberi makan daun senthe dan pellet dengan kadar protein tinggi (pellet untuk bibit ikan kecil).
3. Dua hari kemudian, setelah induk mampu beradaptasi dengan kolam, kolam tersebut dipasangi tiga sampai empat sosok yang terbuat dari bamboo dan ijuk dari pohon aren. Ijuk tersebut harus sudah dibersihkan dan tinggal ijuk yang berserat halus. Ijuk tersebut ditumpuk pada suatu papan yang berada kurang lebih dua centimeter di atas permukaan air.
4. Tiga hari kemudian kolam tersebut mulai diamati. Biasanya induk-induk tersebut mulai membuat sarang dalam sosok-sosok yang telah disiapkan. Namun kadang-kadang induk juga membuat sarang pada cekungan di dinding kolam. Jika sudah ada yang mulai membuat sarang, tunggulah beberapa hari sehingga sarangnya benar-benar selesai dibuat (biasanya berlangsung sekitar 3-7 hari). Jangan sekali-kali mengamati pada pagi hari sekitar pukul 09.00 – 10.00 atau sore hari antara pukul 15.30 – 17.00 karena waktu-waktu tersebut merupakan waktu ikan gurami mijah.Amatilah dari permukaan kalau-kalau sarangnya sudah tersisi telur. Ciri-ciri sarang yang sudah terisi telur adalah (a) di sekitar sarang tersebut selalu terdapat seekor induk yang menjaga, (b) tepat di atas sarang yang terbuat dari ijuk tersebut airnya seperti berminyak. Jika berdasarkan pengamatan dari permukaan cirri-ciri tersebut sudah tampak, masuklah ke dalam kolam sambil membawa ember plastik hitam berukuran sedang. Untuk memastikan bahwa sarang sudah diisi telur rabalah bagian depan sarang. Jika sarang sudah tertutup (ijuk bagian depan datar) dapat dipastikan bahwa sarang tersebut sudah terisi telur. Siap-siaplah mengangkat telurnya.
5. Telur diangkat dari kolam induk, dipisahkan dari induk dan ditempatkan pada bak besar berwarna hitam. Bak berwarna hitam tersebut berfungsi sebagai kolam penetasan. Setiap hari bak harus diteliti dan jika ada telur yang mati, telur tersebut harus diambil dan dibuang. Biasanya dalam waktu dua hari telur sudah mulai bergerak-gerak dan sampai dengan delapan hari, kuning telur sudah habis, dan jadilah tetasan ikan gurami yang masih sangat kecil. Sementara itu kita menyiapkan bak-bak kecil yang terbuat dari bis sumur berdiameter 80 centimeter atau 100 centimeter. Bak permanen yang terbuat dari bis sumur tersebut diletakkan di tanah terbuka yang terkena sinar matahari langsung. Bak tersebut diisi air sumur dengan kedalaman sekitar 15 centimeter.
6. Tetasan telur gurami yang masih sangat tersebut ditebar dalam bak dari bis sumur dengan sistem satu sarang satu bis sumur. Dua hari kemudian tetasan mulai diberi makan cacing rambut.
7. Di bak yang terbuat dari bis sumur tetasan hanya berlangsung selama sekitar 25 hari. Setelah itu bibit ditebar di kolam pendederan/pembesaran bibit. Di kolam pendederan, bibit ikan masih diberi makan cacing rambut dalam waktu sekitar tiga minggu. Setelah itu makanan diganti dengan D0 (pakan udang) dan pellet.
TEKNIK PEMBESARAN
Secara umum teknik pembesaran bibit yang dilakukan oleh anggota kelompok adalah teknik semi intensif. Pemberian pakan dilakukan dengan frekuensi yang biasa (satu hari satu sampai dua kali). Setelah bibit berusia sekitar satu setengah bulan (50 hari), bibit mulai diberi makan D0 (serpuk pakan udang). Pemberian pakan ini berlangsung sekitar 15 hari (dua minggu) dengan taksiran setiap 1000 ekor dalam dua minggu membutuhkan 2 kg pakan. Setelah itu, pakan bibit diganti dengan pellet ukuran terkecil (biasanya yang digunakan adalah FF-999) dengan perkiraan setiap 1000 ekor bibit memebutuhkan sekitar 3 kilogram pellet FF-999. Bersamaan dengan itu bibit mulai dirangsang untuk makan daun-daunan. Caranya, kolam diberi pucuk-pucuk daun singkong. Setelah itu, pakan diganti dengan pellet yang ukurannya lebih besar, biasanya yang digunakan adalah T-78 ukuran 2. Lamanya proses pemberian pakan T-78 ini bergantung pada keinginan kita dalam membuat bibit ukuran tertentu. Jika sudah mencapai ukuran empat jari, ukuran pellet ditambah, biasanya yang digunakan adalah T-78-3 atau T-78-4Untuk lebih jelasnya, ukuran, taksiran umur, dan jenis pakan yang digunakan oleh UPR Mino Tumangkar dapat dilihat pada tabel berikut.UKURAN BIBIT TAKSIRAN UMUR JENIS PAKAN TAKSIRAN HARGA
Burayak 4-40 hari Cacing rambut Rp 100/ekor
Satu jari 50-60 hari D0 (pakan udang) Rp 300/ekor
Dua jari 60 – 80 hari FF-999 dan pucuk daun Rp 500/ekor
Tiga jari 90 – 120 hari T-78- 2 dan daun-daunan Rp 1200/ ekor
Empat jari 150 – 180 hari T-78 –3 dan daun-daunan Rp 1750/ekor
Kiloan 210 hari ke atas T-78-4 dan daun-daunan Rp 16000/kg
HAMA DAN PENYAKIT
Hama pengganggu dalam upaya pembibitan sebenarnya tidak banyak. Beberapa hama yang dapat mengganggu kelangsungan hidup bibit adalah bangau, ular, katak, bibis, belut, ulat air, musang, dan ikan pengganggu. Pengganggu lainnya yang biasanya mematikan adalah lumut. Menghadapi gangguan seperti itu, kelompok biasanya mengatasi hal itu dengan cara tradisional dan apa adanya. Misalnya saja masalah lumut, untuk mengatasinya petani masuk kolam dan membersihkannya. Untuk mengatasi bangau, kita pasang saja tali plastik (ravia) di atas kolam. Untuk mengatasi ular, kita mencari dan membunuhnya pada malam hari.
http://minotumangkar.wordpress.com
readmore »»