Warga Tionghoa Ingin Pembauran Tanpa Jarak

Aktivis Vihara yang fokus di bidang pendidikan spiritual dan keterampilan muda-mudi Budhis, Drs Nugroho, MM menyambut baik saran Presiden SBY tentang pembauran etnis Tionghoa dan WNI.

Secara jujur, kata dia, warga Tionghoa juga menginginkan bentuk pembauran tanpa jarak, namun seringkali upaya untuk pendekatan itu dianggap memiliki unsur lain. Artinya rasa curiga masih menyelimuti upaya pembauran itu. Demikian dikatakannya, Senin (18/2) perihal pernyataan presiden SBY tentang pembauran.

Lebih lanjut dikatakan, khusus di bidang pendidikan, masyarakat Tionghoa juga menginginkan WNI tampil menjadi orang yang cerdas, dengan cara ikut ambil bagian di program pendidikan yang ditawarkan masyarakat etnis Tionghoa. Sayangnya, kata Nugroho, keinginan itu seringkali ibarat angan-angan kosong.

"Sangat sedikit warga pribumi yang mau ikut belajar di kelompok etnis Tionghoa dengan alasan yang beragam di antaranya soal mahalnya biaya pendidikan. Jika dibilang biaya pendidikan mahal, tentu hal ini benar. Tetapi, seberapa mahalnya biaya pendidikan itu tentu sebagus itu pendidikan dan mutu yang didapat," papar Nugroho.

Direktur di Perguruan Tinggi ASM Cendana Komplek Asia Mega Mas ini menjelaskan, untuk bisa saling membaur tidak sulit. Cukup meyakini bahwa sesama warga Indonesia, tentunya sama-sama ingin membangun Indonesia ke depan. Karena itu pribumi dan Tionghoa harus sama cerdasnya. Sama menimba ilmu dan sama mengedepankan pikiran positif.

Dia menyayangkan jika selama ini yang menonjol dalam aspek kompetisi olympiade sampai tingkat Internasional berasal dari perguruan yang banyak merekrut siswa warga Tionghoa. Padahal, kata dia, semua anak berpotensi untuk pintar dan cerdas, sekarang bagaimana konsep memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak agar mereka cerdas.

"Kami sudah mencoba bergandeng tangan dengan lembaga pendidikan pribumi untuk konsep pendidikan matematika dengan sistem sempoa, di bawah Yayasan Sempoa Indonesia Pratama. Hasilnya, saat ini sudah ribuan anak-anak muslim yang sukses di matematika di berbagai daerah.

Artinya, semua anak berpotensi cerdas, tergantung bagaimana kita membinanya. Otak anak Tionghoa dan pribumi tidak beda, hanya cara memberikan pendidikan itu yang harus dipahami," kata Nugroho.

Dia menyarankan, jika dikatakan sekolah di perguruan Tionghoa mahal, adalah relatif karena hasil yang akan dicapai juga maksimal. Tetapi, sambung dia, jika yang sekolah di perguruan Tionghoa hanya orang Tionghoa, ke depan yang pintar adalah orang Tionghoa saja.

"Kalau sekolah Tionghoa mahal, solusinya adalah, memberikan subsidi pendidikan kepada siswa yang cerdas oleh orang kaya, pemerintah daerah atau lembaga yang peduli nasib pendidikan.

Saat siswa lulus dari perguruan tinggi tersebut, mereka memiliki ilmu dan kemampuan yang sama dengan etnis Tionghoa, sehingga sama membangun negeri ini. Jika yang pandai hanya etnis Tionghoa, otomatis pembauran akan terus pincang, bagaimana membangun negeri ini? tanyanya. (m36) (ags)

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...