Pernikahan Langka Tradisional Tionghoa

Di Tiongkok, mempelai wanita sudah enggan mengenakan busana hwa kun saat prosesi pernikahan. Pengaruh modernisasi?

Bak mencari jarum di tumpukan jerami. Perumpamaan ini sepertinya pas untuk menggambarkan keberadaan busana pengantin hwa kun di ranah Tiongkok. Sangat sulit mendapati. Sejumlah situs budaya luar negeri bahkan sudah menganggapnya punah. Tak ada lagi mempelai wanita Tiongkok yang mau mengenakan gaun ini ketika menikah.

Ironis, memang. Di negeri asalnya, hwa kun seperti tercampakkan. Padahal di Republik ini, busana hwa kun masih bisa dijumpai. Sangat mudah, kendati itu hanya ada di kawasan tertentu seperti di Tangerang. April lalu, busana ini terlihat jelas di prosesi pernikahan Lo Giok Tin alias Titin. Wanita berpakaian hwa kun ini anggun dengan riasan kepala, daster hijau, dan kain merah bermotif sulaman emas yang menjadi ciri tradisional pengantin perempuan Tionghoa.

Prosesi ini dimulai sejak pagi hari buta. Keluarga Lo Giok Tin sudah mempersiapkan seluruh sesaji yang ditaruh di pendaringan atau tempat menyimpan beras, dapur, dan meja abu leluhur. Sekitar pukul 08.00, Lo Giok Tin mulai bersiap-siap mengenakan busana hwa kun yang disewa seharga Rp 1,5 juta dari penyewaan. Juru rias dan seorang kenek (asal kata knecht, bahasa Belanda) mendampingi pengantin dan mengurus sesaji hingga acara yang umumnya dilaksanakan tiga hari itu kelar. Puncak dari prosesi ini disebut Chio Thau atau Shang Tou yang secara harfiah berarti merias kepala.

Di prosesi itu, si juru rias, Empok Nimong, 60 tahun, dan keneknya, Minah, 60 tahun, asal Sawah Dalem, Tangerang, pastinya menjadi orang super sibuk. Tak lupa, meski repot, berbagai rapalan terus dibaca demi keselamatan, berkah, dan kesejahteraan mempelai perempuan. Tak lama setelah itu, diiringi Nimong dan Minah, Lo Giok Tin pun masuk ke kamar rias.

Setelah keluar, Lo Giok Tin yang lebih kelihatan menor terlihat memakai daster hijau berpernak-pernik emas, rok merah dengan bordiran rumit, serta hiasan kepala belasan tusuk konde. Inilah yang disebut sebagai baju hwa kun. Dari situ, prosesi langsung dimulai dari meja abu, kemudian ke halaman rumah, ke pedaringan, dan dapur. Fase inilah yang dinamai Chio Tau.
Prosesi ini dimaksudkan untuk meminta restu kepada Sang Pencipta, leluhur, dan Dewa Pelindung Keluarga. Sajian dalam prosesi ini juga dilengkapi tebu yang diletakkan di pendaringan. Chio Tau hanya dilakukan sekali seumur hidup.

Prosesi Chio Tau juga dilakukan di tempat mempelai pria. Pada ritual itu, pengantin diapit orangtua pria di sisi kiri dan orangtua wanita di sisi kanan. Orangtua pria mengenakan busana jas tutup, sementara orangtua wanita mengenakan kebaya encim.
Di hari kedua, Lo Giok Tin mengenakan baju dari sutra putih dengan bawahan rok lipit hijau berbordir. Sedangkan mempelai pria memakai baju dan celana sutra putih.

Ritual Chio Tau tetap dilakukan seperti di hari pertama. Pada hari ini kedua mempelai duduk di kursi menghadap altar dengan posisi kaki menginjak tampah berhiaskan motif yin-yang. Setelah dirias, mempelai wanita mengenakan baju berwarna merah menyala lengkap dengan hiasan penutup dada, serta aksesoris kalung dan anting-anting. Sementara mempelai pria memakai baju warna hitam lengkap dengan aksesoris seperti topi pejabat zaman Dinasti Qing.

Prosesi ini lalu disambung dengan pemberian modal oleh keluarga, kerabat dan para tamu. Setelah itu dilakukan ritual Pay Cu atau pemberian arak dari kedua orangtua kepada mempelai. Ritual ini juga disertai upacara memakan makanan berbeda sebanyak 12 mangkuk ditemani dua pelayan. Jumlah 12 mangkuk ini diartikan bahwa kedua mempelai harus tabah menjalani rumah tangga 12 bulan dalam setahun. Setelah itu mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria.

Di hari terakhir, prosesi yang dilakukan bernama The Pai. Kedua mempelai memberikan secangkir teh kepada orangtua, keluarga, dan kerabat untuk diminum sebagai tanda penghormatan. Sebagai balasan, orangtua dan kerabat kemudian memberikan angpao ke kedua mempelai. Usai ritual, kedua mempelai baru diberi izin meninggalkan rumah mempelai pria.
Oleh : Rio Bembo Setiawan

www.kabarindonesia.com

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...