Surat Leo Tolstoy untuk “Saudara Tionghoa”


Sepucuk surat yang ditulis Leo Tolstoy seabad yang lalu untuk seorang saudara yang tinggal di Tiongkok ternyata masih relevan dengan keadaan sekarang. Apa yang digambarkan sastrawan besar dari Rusia itu kini masih terjadi, bahkan dengan tingkat yang lebih parah.

Nyaris terlupakan. Ada sepucuk surat unik, dimana saya mendapatkannya di sebuah buku antik yang dicetak oleh The Free Age Press, Christchurch pada 1900 di London. Ketepatan dan urgensinya benar-benar sangat menakjubkan dan sangat relevan dengan situasi sekarang ini, seakan surat tersebut baru saja ditulis kemarin bukannya seabad yang silam.

Surat ini ditulis pada tahun 1899 oleh seorang sastrawan terbesar sepanjang masa asal Rusia, Leo Nikolayevich Tolstoy (1829-1910), pengarang buku War and Peace dan Anna Karenina yang terkenal itu.

“Surat untuk Seorang Saudara Tionghoa” demikian judul surat tersebut, bercerita sebagai berikut :
Individu-individu dan masyarakat senantiasa dalam keadaan yang tidak menentu dari satu masa ke masa yang lain, namun ada saat dimana perubahan baik individu maupun masyarakat secara khusus akan muncul dan terungkap dengan jelas.

Lebih lanjut Tolstoy menuliskan:
Perubahan ini mencakup perlunya kebebasan diri mereka sendiri dari kuasa manusia yang semakin menjadi tak tertahankan …
Tolstoy kemudian menjelaskan tentang idenya bahwa tugas mulia ini memang harus ditunaikan oleh negara-negara Timur.
Negara-negara Timur ditempatkan demi tujuan ini pada masa-masa yang menyenangkan… tanpa harus menghilangkan keyakinan akan pentingnya hukum Surgawi atau Tuhan… hukum Tao.

Salah satu pesan yang diberikan oleh Leo Tolstoy didalam “Surat untuk Seorang Saudara Tionghoa” antara lain:
Kamu harus membebaskan diri kamu sendiri dari tuntutan yang tidak masuk akal dari Pemerintahanmu yang meminta kamu berbuat berlawanan dengan ajaran moral dan hati nurani kamu

Hanya mengikuti kebebasan yang sesuai dengan cara hidup yang rasional, yaitu Tao dan mereka sendiri akan dimusnahkan semua bencana yang disebabkan oleh pejabat kamu menyebabkan kamu…. Kamu akan membebaskan dirimu sendiri dari pejabatmu dengan tidak memenuhi permintaan mereka dan terlebih lagi, tidak mematuhi, kamu akan menghapus dukungan pada tindakan penganiayaan dan saling merampas.

Kalau kita cermati, kata-kata tersebut benar-benar mendalam dan penuh ramalan! Dan amat sesuai dengan keadaan saat ini sedang terjadi di negeri China!

Apabila bangsa Tionghoa dapat terus hidup, seperti mereka, mereka hidup seperti semula, sebuah kehidupan industri pertanian yang damai, tingkah laku mereka mengikuti prinsip tiga agama mereka: Konfusius, Tao, dan Buddha, ketiganya di dalam dasar mereka dengan tepat: Konfusius didalam kebebasan dari semua penguasa manusia, Tao tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak diinginkan terjadi pada diri sendiri, dan Buddha dalam belas kasih kepada semua manusia dan semua makhluk hidup, dan itu akan memusnahkan semua bencana yang sekarang mereka derita, dan tidak ada Kuasa yang mampu mengalahkan mereka.

Sulit dibayangkan oleh Tolstoy bahwa lebih dari seratus tahun orang-orang Tionghoa masih menderita “semua bencana yang digambarkannya itu…”

Pada momen sejarah yang sangat penting ini di dalam sejarah China, kata-kata Leo Tolstoy tersebut terdengar seperti suara yang membangunkan orang dari tidurnya, dan memberi semangat bagi rakyat China untuk menelusuri kembali sejarah dan budayanya yang agung, serta membuyarkan mimpi buruk dan penderitaan yang disebabkan oleh kejahatan partai komunis.

Agar dapat membebaskan diri sendiri dari iblis, seseorang tidak seharusnya melawan konsekuensinya: kekejaman yang dilakukan oleh Pemerintah, perampasan dan penyitaan negara tetangga, -tetapi dengan akar iblis; dengan hubungan dimana manusia meletakkan diri mereka sendiri kepada penguasa manusia. Apabila manusia mengakui kuasa manusia lebih tinggi dari kekuasaan Tuhan, lebih tinggi dari Hukum (Tao), maka manusia akan selalu menjadi budak dan lebih lagi, semakin rumit kekuasaan organisasi mereka… yang mana mereka adakan dan yang mereka ajukan. Hanya orang-orang itu dapat bebas untuk orang yang memiliki hukum Tuhan (Tao) adalah satu-satunya hukum tertinggi dimana semuanya harus direndahkan.

Bagaimanapun surat yang ditulis Tolstoy merupakan ramalan yang kini sedang terjadi di China, dimana kekuasaan komunis selama lebih dari 55 tahun telah membuat rakyatnya menderita dan merana. Tidak ada kebebasan menganut agama atau kepercayaan yang diyakininya. Latihan kultivasi Falun Gong yang sangat bermanfaat untuk kesehatan jiwa dan raga pun dilarang. Semua harus tunduk di bawah kebudayaan partai yang tak sesuai dengan hati nurani.

(Sumber:www.theepochtimes.com)

Sastrawan Besar, Pembaharu Moral

Bagi jagad sastra dunia, nama Leo Nikolayevich Tolstoy yang hidup pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, sudah tak asing lagi. Karya-karya novelis asal Rusia ini sudah tersebar luas, dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, serta menjadi acuan bagi studi sastra kontemporer. Ia juga dikenal sebagai empu sastra realis karena karyanya berpijak dari realitas sosial.

Pandangannya tersebut justru telah menghadapkan banyak karyanya pada berbagai pelarangan, dan akhirnya pengucilan dari komunitas agama tertentu. Kini reputasinya telah pulih, dan diakui sebagai salah satu pemikir yang brilian sepanjang zaman. Belakangan ia juga dikenal sebagai seorang tokoh pembaharuan moral dan spiritual di negaranya.

Tolstoy memang termasuk penulis yang produktif pada zamannya, ia menulis beberapa karya, ada dua karyanya yang paling tersohor yakni War and Peace, dan “Anna Karenina”. Karyanya cukup kompleks, dipenuhi dengan ratusan watak yang setiap babak memiliki peranannya sendiri di dalam pengolahan cerita-cerita yang dinukilkannya dalam novel itu.

Banyak kritikus sastra menganggap War and Peace sebagai novel teragung sepanjang sejarah. Sebanyak 580 watak yang diceritakan dalam naskah novel tersebut telah menggabungkan tokoh-tokoh sejarah seperti Napoleon, Marat dan Alexander dari Rusia, bersama tokoh-tokoh rekaan seperti keluarga Bezukhov, Rostov, Bolkonsky dan Kuragin. Ia mendedahkan secara piawai problem sosial, politik, dan tradisi masyarakat Rusia.

War and Peace menggambarkan pemikiran Tolstoy tentang takdir dan manusia. Isaiah Berlin, mengomentari novel itu di dalam “The Hedgehog and The Fox” pada 1953 sebagai berikut. "Tidak ada siapapun yang dapat menandingi Tolstoy di dalam meluangkan satu perasaan yang spesifik, satu kualitas yang tepat mengenai sesuatu perasaan... yang dimiliki oleh satu kejadian tertentu, oleh individu, keluarga, masyarakat dan seluruh bangsa."

Begitu juga dalam novelnya “Anna Karenina” yang sudah difilmkan beberapa kali, Tolstoy menceritakan penderitaan tragis seorang isteri bangsawan bernama Anna yang jatuh cinta kepada Count Vronsky yang kembali telah membawa kegairahan dalam kehidupannya.

Karya lain Tolstoy yang kini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah “Si Kecil Filip, Pergi ke Sekolah”. Enam puluh dongeng anak Rusia terangkum dalam buku ini. Dalam ceritanya itu ia menanamkan kebenaran, kejujuran, keadilan, kemurahan hati, kesetiakawanan yang sejati, kecerdikan, ketaqwaan kepada Yang Mahakuasa serta kerelaan mengampuni kesalahan sesama, merupakan nilai-nilai penting dalam kelangsungan hidup anak.

Itulah sebabnya, kenapa Tolstoy tidak merasa turun bobot kepengarangannya dengan menyapa anak-anak melalui dongeng sebagai pengantar tidur. Ia ternyata mencintai anak-anak dan sangat memperhatikan pendidikan dan perkembangan kepribadian mereka.

Hadji Murat yang juga sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah fiksi terakhir karya Tolstoy yang diterbitkan tahun 1912. Novel ini menceritakan kisah perlawanan Hadji Murat, seorang pemimpin Muslim yang disegani dan menjadi momok bagi tentara Rusia.

(Fadjar, dari berbagai sumber)

Sebuah Ramalan dari Rusia Utara

Arhangersk adalah suatu negara bagian di Rusia Utara. Iklimnya sangat dingin dan penduduknya jarang. Sudah beberapa tahun ini, praktisi Falun Gong (Falun Dafa) memperkenalkan latihan senam dan meditasi, serta mengklarifikasi fakta di sana. Belum lama ini, seorang praktisi baru membawa pulang buku Zhuan Falun karangan Master Li Hongzhi, pendiri Falun Gong.

Ibunya yang sudah berusia 80 tahun sangat terkejut saat melihat buku itu, dan menceritakan tentang sebuah ramalan yang amat populer selama beberapa dekade di daerah itu.

“Beberapa dekade lalu, saat saya masih muda, di desa ada seorang lelaki tua yang selalu meramal masa depan orang. Suatu kali dia berkata kepada saya, “Di masa mendatang umat manusia akan ditimpa banyak bencana. Dan, akan ada berbagai macam penyakit mengerikan serta bencana alam! Saat itu akan ada ‘seorang yang muncul dengan roda-rodanya’. Dia datang untuk menyelamatkan makhluk hidup. Saat itu, hanya dialah satu-satunya di seluruh dunia ini yang melakukan hal tersebut.”

Ibu praktisi itu membuka buku Zhuan Falun lalu berkata sambil menunjuk foto Guru Li Hongzhi, “Saat itu kata-katanya merupakan teka-teki bagi saya. Sekarang saya telah memahaminya. Inilah ‘seorang dengan roda’ itu, yang datang menyelamatkan makhluk hidup, sebagaimana yang diramalkan oleh kakek tua itu! Ini adalah buku yang bagus. Belajar dan berlatihlah kamu dengan baik.”

(Sumber:www.minghui.org)
erabaru.co.id


Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...