Paradigma Masyarakat Tionghoa

Dalam tulisan ini, saya ingin mengulas : Pertama, (beberapa) paradigma masyarakat Cina berdasarkan film The Hero dan juga berdasarkan beberapa artikel yang saya lampirkan di sini. Kedua, saya memberi komentar terhadap paradigma itu. Paradigma-paradigma Cina yang terdapat dalam kebudayaan Cina dapat kita simak dalam uraian berikut.

1. Kaisar (raja) adalah simbol Our Land (pemersatu)

Wu Ming (nameless) adalah seorang pemuda yang kuat, tangkas. Ia berasal dari kerajaan Zhao, tapi dibesarkan di Kerajaan Qin (Qin dan Zhao bermusuhan). Demikian juga Fei Xue, Can-Jian dan Liu Shui berasal dari Zhao. Namun, di antara mereka hanya satu orang yang mengerti paradigma Cina bahwa raja tak boleh dibunuh, walaupun ia sangat kejam. Pemuda itu, Can Jian. Bagi Can Jian, Kaisar adalah pemersatu, pendamai yang dalam bahasa Can Jian (juga Wu Ming setelah disadarkan Can Jian) disebut simbol “OUR LAND/kesatuan”. Ketiga temannya lain ingin membunuh kaisar. Namun, Can Jian tidak. Di akhir cerita, Wu Ming sadar “lebih baik satu orang mati demi orang banyak”. Jadi, di sini yang ditekankan adalah menang itu bukan berarti mengeliminasi yang lain. Perang harus berujung pada perdamaian. Tesis Can Jian ini benar. Pada abad 201 B. C, Kaisar Qin Shi Huang menjadi raja pertama Qin dan berhasil mempersatukan masyarakat Cina. Jadi yang dicari bukan dikotomi melainkan harmoni, keseimbangan.

2. Relasional-Harmoni

Harmoni adalah salah satu tema pokok filsafat Cina. Penonjolan gerak dan diam, sedikit dan banyak, kaligrafi(diam) dan panah (gerak) dalam film The Hero, sebenarnya sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa Cina berparadigma: di antara dua kutub harus dicari jalan tengah, keseimbangan, hubungan relasional, harmoni. Relasional-harmoni tersebut dapat kita lihat juga dalam paradigma Cina yang cukup filosofis, seperti: Pertama, Yin-Yang: adalah dua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin itu bersifat pasif, prinsip ketenangan, surga, bulan, air, perempuan, simbol kematian, dan dingin. Yang itu prinsip aktif, gerak, bumi, matahari, api, laki-laki, symbol untuk hidup dan simbol panas. Segala sesuatu dalam kenyataan manusia, adalah sintesis harmonis dari derajat Yin dan Yang tertentu.

Yin-Yang saling tergantung dan saling melengkapi, selalu berhubungan dan secara terus-menerus saling memberi kekuatan, simbiosis mutualistis. Jadi, antara Yin dan Yang, terjadi keseimbangan, harmoni. Menurut Tao The Ching, suatu kekuatan, objek atau gagasan tak akan lengkap bahkan tak berarti tanpa ditunjang keadaan sebaliknya. Kesulitan dan kemudahan saling melengkapi. Panjang dan pendek saling membanding Tinggi dan rendah saling membedakan. Kebaikan tak punya arti tanpa kejahatan, kecantikan tak akan dipandang tanpa kehadiran si buruk sebagai pembanding. Kedua, Feng Shui: yang ditekankan adalah harmoni antara manusia dengan alamnya. Atmosfir rumah, misalnya bisa berpengaruh pada manusia yang menghuni rumah tersebut. Ketiga, Penghormatan Leluhur dan Dewa-Dewi: di balik ritual penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewi, sebenarnya ada yang perlu dicapai orang Cina yakni demi membina relasi terhadap leluhur dan dewa/i.

Roh nenek moyang (makhluk halus) bagi orang Cina dipahami secara fisikal. Ia juga bisa memberi rezeki, kemakmuran kepada anak cucu-cicitnya. Oleh karena itu, relasi itu penting agar hubungan kekeluargaan (dengan nenek moyang) tidak pernah putus. Penghormatan kepada nenek moyang merupakan intisari dalam kepercayaan tradisional Tionghoa. Ini dikarenakan pengaruh ajaran Konfusianisme yang mengutamakan bakti kepada orang tua termasuk leluhur jauh. Penghormatan dewa-dewi: Mayoritas dewa atau dewi yang populer adalah dewa-dewi yang merupakan tokoh sejarah, kemudian dikultuskan sepeninggal mereka karena jasa yang besar bagi masyarakat Tionghoa di zaman mereka hidup.

3. Pluralisme

Orang Cina sangat menghargai pluralisme, keperbedaan. Penerimaan mereka terhadap pluralisme dapat kita lihat dalam paham mereka tentang : Pertama, Toleransi: Bangsa Cina pada dasarnya menghargai pendapat orang lain, sehingga Cina memandang pluralitas sebagai hal yang mesti diterima, wajar. Kedua, Perikemanusiaan: Pemikiran Cina lebih antroposentris (humanis) daripada filsafat Barat. Prinsip humanis ini, merupakan ajaran Konfusius. Menurut orang Cina, manusia dapat menentukan sendiri nasib dan tujuannya. Ketiga, Sinkretisme : Kepercayaan tradisional Tionghoa sering terkesan sinkretisme antara beberapa kepercayaan dan filsafat antara lain Buddhisme, Konfusinisme dan Taoisme. Kepercayaan tradisional Tionghoa ini juga mengutamakan lokalisme seperti dapat dilihat pada penghormatan pada datuk di kalangan Tionghoa di Sumatera sebagai pengaruh dari kebudayaan Melayu.

4. Gerak dan Diam (hening)

Dalam film The Hero, kedua terminologi ini begitu tampak. Pemimpin Zhao melalui kaligrafinya percaya bahwa mereka tidak apa-apa dengan serangan panah dari Qin. Zhao percaya bahwa panah (bergerak) bisa dilawan dengan hanya duduk diam sambil melukis kaligrafi. Jadi, yang bergerak dilawan dengan yang diam. Dalam salah satu artikel, Rinzai, seorang Master Zen (sekitar abad ke-9 masehi) pernah berkata “Jika kamu ingin menghayati Zen dengan bergerak, hal itu berarti memasuki keheningan. Jika kamu ingin menghayati Zen di dalam keheningan, hal itu berarti memasuki gerak”. Diam, dalam filsafat Cina di sebut Chanisme, mengajarkan tentang: perwujudan ketunggalan sejati individu dengan budi semesta (kekosongan). Budi semesta dipahami sebagai wu nian (tiada pikiran), wang jing (melupakan perasaan), dan ren xin (membiarkan budi menempuh jalan sendiri)- lihat Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 4 (Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989), hlm., 138.

5. Konstruksi Berpikir

Konstruksi Berpikir yang mengacu pada “Pola Tiga” (seperti tritangtu-nya Sunda). Pola tiga orang Cina tercermin dalam paradigma berpikir dan bertindak mereka, misalnya :Pertama, paham tentang pedang. Dalam film The Hero, ada 3 tahapan dalam memahami apa itu pedang. Pertama, pedang adalah manusia dan manusia adalah pedang. Singkatnya ada kombinasi antara manusia dan pedang. Bahkan rumput yang ada di tangan manusia pun bisa menjadi pedang. Kedua, pedang ada di dalam hati. Ketiga, tidak (perlu) ada pedang. Tahap terakhir ini merupakan tahapan tingkat tinggi. Karena di sini dipahami bahwa pedang bukan lagi untuk membunuh melainkan untuk kedamaian, memperjuangkan hidup. Kedua, 3 Karakter Marga: pertama, marga yang terdiri dari satu karakter. Kedua, marga yang berkarakter ganda. Ketiga, marga yang berkarakter 3 sampai 9. Angka 9 berarti kelipatan dari angka tiga juga. Di balik pemakaian marga ini sebenarnya juga mau mengungkapkan bahwa Cina selalu terikat pada kultur, walaupun mereka berada di perantauan . Ketiga, tiga harta kehidupan dalam ilmu kesehatan Taoisme: jing (esensi), chi (energi), dan shen (spirit).

Seperti Yin dan Yang, tiga harta ini berbeda dan terpisah tapi mereka saling bergantung antara satu dengn lainnya, tapi tidak saling melebur. Chi adalah mediator, penengah, penghubung. Menurut Taoisme, semua bentuk kehidupan di jagat ini digerakkan oleh chi yang notebene tak kelihatan, hening, tak berbentuk sebelum menembus segala sesuatu. Pertama, Jing juga masih mengandung 3 unsur: esensi darah, esensi hormon, esensi yang yang termasuk cairan berat ( kelenjar, pelumas di persendiaan tulang dan jaringan lain yang berhubungan dengan air mata, keringan dan urine. Kedua, Chi terbagi tiga: yuan-chi (energi primordial, biasanya ada pada anak-anak), yang-chi (energi yang berkembang dalam tubuh selama berlangsungnya hubungan seksual yang bersatu dengan kehangatan, kecerahan dan gerak) dan wei-chi (energi pelindung).

Menurut versi Feng shui, energi terdiri dari 3 macam: Pertama, Heaven Chi (Tian Chi) : energi langit/semesta yang terpancar dari surga ke bumi (seperti, sinar matahari, sinar bulan, daya tarik bulan yang menyebabkan pasang-surut laut. Kedua, Di Qi atau Earth Chi: menyerap chi alam semesta dan berpengaruh terhadap bumi seisinya. Bangsa Cina percaya bahwa Earth Qi menyusun garis dan pola energi, termasuk medan magnet bumi dan medan panas bumi. Energi ini juga harus seimbang, kalau tidak maka gempa akan terjadi. Ketiga, Ren Chi (energi manusia) yang terpengaruh oleh chi Tian Chi, dan Di Qi. Ketiga, Shen (spirit): Taoisme menerima shen sebagai kumpulan bunga-bunga dari “tri-tunggal” Tao, yang melayani esensi tubuh seperti layaknya akar pohon dan energi sebagai batang penghubung.

6. Sirkulasi Energi

Dalam ilmu feng shui, diyakini bahwa pada dasarnya semua yang ada di jagad raya ini adalah energi (panas, kimia, gerak, cahaya, elektromagnetis, dll.). Oleh sebab itu, siklus energi dalam rumah, misalnya akan berpengaruh pada banyak aspek kehidupan penghuninya. Manfaat feng shui dalam rumah sangat berarti terutama dalam menjaga kesehatan dan juga mengantisipasi gangguan lainnya bagi sipenghuni rumah. Misalnya, pasangan suami istri susah mendapatkan anak, bisa jadi karena ada yang tidak cocok dengan tata rumah, ranjang, asesoris rumah lainnya. Singkatnya, Cina berparadigma (dalam feng shui) bahwa manusia mesti menyatu dengan alamnya. Makanya, feng shui juga diartikan sebagai tatanan yang harmonis antara alam dengan makhluk hidup. Bahkan menurut Lillian Bridges, Feng shui bisa diartikan sebagai prinsip penyeimbangan kelaziman alam lewat penempatan benda-benda estetika.

7. Tsunami dan Gempa: Upaya mencari keseimbangan

Dalam ilmu feng shui, tsunami atau gempa merupakan upaya Heaven Qi mencari keseimbangannya: “suatu saat untuk meratakan penyebarannya, angin harus kencang bertiup, sesekali terjadi kekeringan di muka bumi, hujan turun berlebihan bahkan sampai tornado, meluapkan lautan atau tsunami, semuanya itu semata-mata sebagai upaya Heaven Qi mencari keseimbangannya”.

Komentar

Sebagian paradigma Cina di atas terdapat juga dalam kebudayaan Indonesia. Misalnya, feng shui yang mengajarkan bahwa atmosfir di sekitar rumah (termasuk tata letak) mempengaruhi penghuninya, hal itu juga diyakini masyarakat Nias (saya berasal dari Pulau Nias, maka saya tahu tentang ini). Di Pulau Nias, ukuran rumah, letak rumah (misal, pintu menghadap ke mana: Timur atau Barat, Selatan atau Utara), selalu dicocokkan dengan ukuran badan kepala keluarga. Kalau tidak, rumah tersebut menjadi penghalang rezeki bagi sipenghuninya. Sehingga, saya berhipotesis: Filsafat Cina ini, sebenarnya mewakili filsafat Asia, yang notabene tak kalah canggihnya dengan filsafat Barat. Jika Filsafat Asia (Cina) menekankan harmoni, dan relasional. Barat mengandung dualisme, bipolar, antagonistic (misalnya, a dan bukan a) yang selalu dipertentangkan, bukan diperpadukan, diseimbangkan (seperti filosofis Cina).

Berdasarkan paradigma-paradigma di atas, masyarakat Cina itu selalu menekankan sisi mistik, sedangkan Barat adalah sisi rasionalitas. Walaupun demikian, bagi orang Cina sendiri, paradigma mereka adalah sesuatu yang rasional. Sedangkan paradigma Barat (bagi Cina) sesuatu yang irrasional, demikian sebaliknya. Oleh karena itu, tentu kedua kubu ini selalu menawarkan kebenaran dan paradigmanya sesuai cara berpikirnya. Hal lain yang perlu saya komentari adalah jika Barat melihat waktu secara linear, masyarakat Cina melihatnya lain: siklis. Hal itu bisa kita lihat dalam paradigma Cina bahwa jagad raya ini, diatur oleh sirkulasi energi.

Pada titik itu, jangan-jangan paradigma Cina ini, bertendensi seperti teorinya Einstein yang mengatakan: materi = immaterial, yang ujung-ujungnya mengakui bahwa yang kekal di jagad ini adalah energi. Menurut Bpk. Prof., Dr. Ign. Bambang Sugiharto (dalam kuliah logika dan Bahasa), penekanan pada energi, relasional dan harmoni itu sangat kental dalam teori Santiago, walaupun dengan bahasa yang agak berbeda, yakni bahwa yang kekal adalah tendensi. Tendensi bisa diartikan sebagai energi. Sedangkan prinsip relasional a la Santiago adalah bahwa segala makhluk di alam ini berada dalam jaring-jaring interaksi kognitif, ibarat rantai makanan. Jika demikian, energi dan relasi itu sangat penting untuk memahami realitas. Saya sangat kagum akan paradigma-paradigma Cina ini, terutama kecanggihan mereka memadukan antara kebudayaan dengan kecanggihan rasionalitas dan logika hati. Misalnya, feng shui sering dirasionalisasikan ibarat ilmu fisika, dan seolah-olah tidak berdimensi klenik.

Catatan : Artikel ini diramu dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...