Menelusuri Perkampungan Warga Miskin Tionghoa di Tangerang

Malam Imlek, Duduk di Pinggir Sungai, Khawatir Banjir

Tanggerang,- Ratusan warga Tionghoa di pinggiran Kota Tangerang menyambut datangnya Imlek dengan keterbatasan. Mereka yang populer disebut China Benteng identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Bagaimana aktivitas keseharian mereka?

AGUS MUTTAQIN, Tangerang

RUMAH Ong Kim Yong, 62, warga Tionghoa, di RT 04 RW 04 Kampung Sewan, Neglasari, Tangerang, lebih mirip gubuk. Beratap anyaman blarak (daun kelapa) dan berdinding bilik (gedek). Di rumah berukuran 5 meter x 8 meter yang berada di bantaran Sungai Cisadane itu Ong tinggal bersama istri, dua anak, dan seorang menantu.

Rumah itu disekat dua. Bagian depan menjadi ruang tamu, sedangkan yang belakang sebagai kamar tidur yang menyatu dengan dapur. Tak ada kasur empuk di ruangan itu.

Ong adalah salah seorang di antara 600 kepala keluarga warga Tionghoa yang bermukim di enam RT kawasan Kampung Sewan. Kawasan itu berjarak beberapa kilometer dari pusat Kota Tangerang dan tak seberapa jauh dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Ong tak punya pekerjaan tetap. Dia mengandalkan dari upah sebagai kuli serabutan. Untuk keperluan makan sehari-hari, Ong juga mengharapkan anaknya, Leni, yang bekerja sebagai buruh di CV Gaya Baru, pabrik minuman jelly. Dia digaji Rp 50 ribu–Rp 100 ribu per minggu. Istri Ong, Lee Kim Wa, bekerja sebagai kuli gosok (menyetrika) yang menerima upah ala kadarnya dari tetangga. Sedangkan menantunya, Liem Hendra, masih menganggur. Apabila uang bulanan tak mencukupi, keluarga Ong acapkali berutang ke toko di belakang rumahnya.

Di rumah sempit itu, I Cing, tetangga Ong, ikut bermalam. I Cing bernasib lebih buruk daripada Ong. Perempuan paro baya itu tak mempunyai rumah. Dia menginap ke beberapa tetangga yang bersedia menerima. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, I Cing menjadi buruh mencuci.

Keluarga Ong awalnya penganut Buddha yang taat. Sejak 2000, mereka menganut Kristen. Meski seorang Kristen, dia tak bisa melupakan tradisi keluarganya yang selalu memperingati Imlek. Dia tak mau kalah dengan tetangganya dalam merayakan malam pergantian tahun penanggalan China itu. Mereka, tampaknya, tak mau larut dengan kemiskinan.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ong dan ratusan warga Kampung Sewan melewatkan malam pergantian tahun Imlek sambil duduk-duduk di tepi Sungai Cisadane dan menyantap makanan seadanya. Dua tahun ini mereka harus lebih waspada. Maklum, arus deras Cisadane bisa sewaktu-waktu meluap dan merendam perkampungan mereka. ’’Banjir tahun lalu juga pada malam Imlek. Airnya hampir segini,’’ ujar Ong, sambil mengarahkan tangan di dada, Rabu lalu (6/2). Di rumah Ong tak ada suguhan istimewa yang mengiringi datangnya Imlek.

Keluarga Ong Eng Sui, 67, lebih punya persiapan dibandingkan dengan keluarga Ong dalam menyambut Imlek. Eng Sui yang tinggal sebatang kara menyajikan berbagai suguhan ’’istimewa’’ untuk leluhurnya. Di sebuah meja abu, Eng Sui menyajikan kue keranjang, seikat anggur, tiga roti baso, dodol, jeruk merah, gula batu, arak putih, dan air teh. ’’Ini untuk leluhur ayah saya, Ong Kim Sun,’’ kata Eng Sui yang ditemui di rumahnya.

Eng Sui menuturkan, peringatan Imlek tahun ini relatif membutuhkan persiapan ekstra dibandingkan dengan perayaan tahun lalu. Melambungnya harga kebutuhan sehari-hari menyebabkan Eng Sui harus menghela napas. ’’Untung ada duit simpanan. Kalau nggak ada, nggak tahulah,’’ ujar Eng Sui pasrah. Meski hidup pas-pasan, Eng Sui berusaha tetap gembira menyambut Imlek.

Ketua RT 04 RW 04 Kampung Sewan So Man menuturkan, pada peringatan Imlek, 69 kepala keluarga satu RT biasanya berkumpul di Vihara Dammaratana. Selain melaksanakan ritual sembahyang, mereka menikmati atraksi barongsai dan liong. ’’Kami biasanya dibagi paket sembako dari yayasan untuk menutup kekurangan pada Imlek kali ini,’’ kata So Man.

Meski demikian, So Man mengapresiasi harga diri warga Kampung Sewan yang anti mengemis meski hidup pas-pasan. Menurut dia, warganya lebih suka hidup pas-pasan daripada harus mengulurkan tangan untuk mengemis. (kum)

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...